Nafkah Anak dan Istri Setelah Perceraian: Kewajiban Hukum yang Harus Dipenuhi
Perceraian bukan hanya berakhirnya ikatan pernikahan, tetapi juga membawa konsekuensi hukum, terutama terkait Nafkah Anak dan Istri Setelah Perceraian: Kewajiban Hukum yang Harus Dipenuhi. Banyak masyarakat masih bingung, apakah suami tetap wajib menafkahi setelah cerai? Bagaimana bentuk dan mekanismenya menurut hukum? Artikel ini membahas secara lengkap mengenai kewajiban nafkah setelah putusan cerai, mengacu pada peraturan perundang-undangan terbaru di Indonesia.
Pengertian Nafkah dalam Hukum Perkawinan
Nafkah dalam konteks hukum perkawinan mencakup pemberian kebutuhan dasar, baik secara materiil maupun spiritual, seperti makanan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan, dan kesehatan. Dalam pernikahan, suami wajib menafkahi istri dan anak. Namun, apakah kewajiban ini berakhir setelah perceraian?
Berdasarkan Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, mantan suami tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada anak. Selain itu, untuk nafkah mantan istri, pengaturannya dapat disesuaikan dengan putusan pengadilan.
Nafkah Anak Pasca Perceraian: Tetap Menjadi Kewajiban
Setelah perceraian, hak asuh anak memang bisa jatuh kepada salah satu pihak. Namun, kewajiban untuk memberikan nafkah tetap dibebankan kepada kedua orang tua, terutama ayah secara hukum.
Bentuk Nafkah Anak:
• Biaya pendidikan formal dan non-formal
• Biaya kesehatan dan pengobatan
• Kebutuhan sehari-hari, termasuk sandang dan pangan
• Biaya kegiatan sosial dan pengembangan anak
Hakim akan menentukan besaran nafkah anak berdasarkan kemampuan finansial ayah, serta kebutuhan anak yang relevan. Dalam praktiknya, permintaan nafkah anak dapat diajukan bersamaan dalam gugatan cerai.
Durasi Kewajiban Nafkah:
Nafkah anak wajib diberikan sampai anak mencapai usia dewasa atau mampu mandiri secara ekonomi, biasanya hingga usia 21 tahun, kecuali ditentukan lain oleh hakim.
Nafkah untuk Mantan Istri: Apakah Wajib Diberikan?
Pemberian nafkah kepada mantan istri disebut sebagai nafkah iddah dan mut’ah, khususnya dalam perceraian menurut hukum Islam.
1. Nafkah Iddah
Ini adalah nafkah yang diberikan selama masa iddah, yaitu masa tunggu antara cerai dan bolehnya menikah lagi. Umumnya selama 3 bulan atau 3 kali masa haid.
2. Mut’ah
Merupakan pemberian sukarela atau sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada mantan istri yang telah dicerai. Biasanya berupa uang atau barang yang layak.
Meski sifatnya moral, dalam praktik di Pengadilan Agama, nafkah iddah dan mut’ah dapat diminta secara hukum dan wajib dibayarkan oleh mantan suami jika dikabulkan hakim.
Bagaimana Mekanisme Menuntut Nafkah?
Permintaan nafkah pasca perceraian dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Dalam Gugatan Perceraian
Saat mengajukan gugatan cerai, pihak istri dapat mencantumkan tuntutan nafkah anak dan nafkah istri (iddah dan mut’ah) dalam pos petitum (permohonan) gugatan.
2. Gugatan Terpisah
Jika gugatan perceraian sudah diputus, namun belum ada penetapan soal nafkah, mantan istri atau wali anak dapat mengajukan gugatan terpisah ke pengadilan.
Langkah-langkahnya antara lain:
• Menyusun surat gugatan
• Menyertakan bukti kemampuan finansial suami
• Menunjukkan kebutuhan riil anak atau istri
• Mengikuti proses mediasi dan sidang
Bagaimana Jika Mantan Suami Tidak Membayar Nafkah?
Tidak sedikit kasus di mana mantan suami mengabaikan kewajibannya. Dalam hal ini, pihak yang dirugikan dapat melakukan upaya hukum lanjutan, antara lain:
1. Melaporkan ke Pengadilan
Dengan membawa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, pengadilan dapat memerintahkan eksekusi terhadap pembayaran nafkah.
2. Permohonan Eksekusi
Melalui ketua pengadilan, pemohon bisa meminta agar harta mantan suami disita dan dijual untuk memenuhi kewajiban nafkah.
3. Upaya Mediasi Ulang
Jika ada itikad baik dari kedua belah pihak, mediasi dapat menjadi solusi damai untuk menentukan ulang besaran nafkah.
Penegakan Hukum dan Perlindungan Anak
Negara hadir dalam menjamin hak-hak anak melalui Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014). Jika anak tidak mendapatkan nafkah dari ayahnya, maka negara memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum atas dasar perlindungan anak.
Kegagalan orang tua dalam menafkahi anak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak anak, yang dapat berkonsekuensi hukum perdata maupun administratif.
Kesimpulan
Perceraian bukanlah akhir dari tanggung jawab, terutama terhadap anak dan mantan istri. Nafkah anak dan istri setelah perceraian adalah kewajiban hukum yang melekat pada mantan suami, dan dapat dituntut melalui proses hukum. Hak-hak anak harus menjadi prioritas utama, termasuk hak atas pendidikan, kesehatan, dan masa depan yang layak.
Bagi Anda yang sedang menghadapi proses perceraian atau kesulitan mendapatkan nafkah anak dari mantan pasangan, penting untuk mendapatkan pendampingan hukum yang profesional.
⸻
Butuh Bantuan Hukum Keluarga?
Hubungi kami:
Lydia Bekti Nugraheni, S.H.
Email: bnalawfirm@gmail.com
WhatsApp: 085664214015
Instagram: @pengacara.bnalawfirm
Kami siap membantu Anda memperjuangkan hak-hak hukum keluarga dengan profesional dan terpercaya.