Perceraian merupakan salah satu solusi hukum bagi pasangan yang sudah tidak dapat mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, perceraian harus melalui proses peradilan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Artikel ini disusun oleh BNA Law Firm untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai prosedur perceraian, dasar hukum, serta konsekuensi hukum yang timbul akibat perceraian.
Dasar Hukum Perceraian di Indonesia
Perceraian di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan
3. Kompilasi Hukum Islam (KHI) – berlaku bagi pasangan Muslim
4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) – berlaku bagi pasangan Non-Muslim
5. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum
Di Yogyakarta, hukum adat dan kebiasaan masyarakat tetap dihormati, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jenis Perceraian di Indonesia
1. Perceraian melalui Pengadilan
• Bagi Muslim, perceraian diproses di Pengadilan Agama.
• Bagi Non-Muslim, perceraian dilakukan di Pengadilan Negeri.
2. Cerai Talak dan Cerai Gugat
• Cerai Talak: Suami yang mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama.
• Cerai Gugat: Istri yang mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.
Alasan-Alasan Perceraian
Menurut Pasal 39 UU Perkawinan dan Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975, perceraian hanya dapat dilakukan dengan alasan yang sah, antara lain:
1. Salah satu pihak melakukan zina atau kebiasaan buruk seperti mabuk, judi, atau penggunaan narkotika.
2. Salah satu pihak meninggalkan pasangannya selama dua tahun berturut-turut tanpa alasan yang sah.
3. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau penganiayaan berat terhadap pasangan.
4. Salah satu pihak mengalami cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
5. Pertengkaran terus-menerus yang tidak dapat didamaikan kembali.
Prosedur Pengajuan Perceraian
A. Perceraian bagi Pasangan Muslim (di Pengadilan Agama)
1. Mengajukan Permohonan atau Gugatan Cerai
• Suami mengajukan permohonan cerai talak atau istri mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama sesuai domisili tergugat.
• Dokumen yang perlu dilampirkan:
• Surat nikah (asli dan fotokopi)
• Kartu Tanda Penduduk (KTP)
• Kartu Keluarga (KK)
• Surat gugatan atau permohonan cerai
• Bukti-bukti pendukung seperti surat keterangan RT/RW jika diperlukan
2. Proses Mediasi
• Pengadilan akan memfasilitasi mediasi antara suami-istri untuk mencapai kesepakatan damai.
• Jika mediasi gagal, maka sidang perceraian berlanjut.
3. Sidang Perceraian
• Majelis hakim akan mendengar keterangan kedua belah pihak dan saksi.
• Jika pengadilan mengabulkan cerai talak, suami wajib mengucapkan ikrar talak di depan hakim.
4. Putusan Pengadilan
• Jika gugatan dikabulkan, pengadilan akan menerbitkan akta cerai setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
B. Perceraian bagi Pasangan Non-Muslim (di Pengadilan Negeri)
1. Mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri sesuai domisili tergugat.
2. Proses mediasi wajib dilakukan sebagai upaya mendamaikan kedua pihak.
3. Jika mediasi gagal, sidang perceraian akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan bukti.
4. Jika gugatan cerai dikabulkan, Pengadilan Negeri akan menerbitkan akta cerai setelah putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap).
Konsekuensi Hukum Perceraian
1. Hak Asuh Anak (Hadhanah)
• Anak di bawah 12 tahun umumnya diasuh oleh ibu (Pasal 156 KHI).
• Jika terdapat sengketa hak asuh, pengadilan akan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak.
2. Pembagian Harta Bersama
• Jika tidak ada perjanjian pisah harta, maka harta yang diperoleh selama pernikahan dianggap sebagai harta bersama dan dibagi secara adil.
• Jika terdapat perjanjian perkawinan (prenuptial agreement), pembagian harta mengikuti perjanjian tersebut.
3. Nafkah Pasca-Cerai
• Suami wajib memberi nafkah kepada mantan istri selama masa iddah (bagi Muslim).
• Jika mantan istri dalam kondisi tidak mampu, pengadilan dapat menetapkan nafkah setelah perceraian.
4. Status Perkawinan Setelah Perceraian
• Setelah bercerai, masing-masing pihak dapat menikah lagi setelah masa tunggu selesai (masa iddah bagi Muslim).
Kesimpulan
Hukum perceraian di Yogyakarta dan sekitarnya mengikuti ketentuan hukum nasional dengan mempertimbangkan kearifan lokal. Proses perceraian harus melalui pengadilan, baik di Pengadilan Agama bagi Muslim maupun di Pengadilan Negeri bagi Non-Muslim. Perceraian membawa konsekuensi hukum terkait hak asuh anak, nafkah, dan pembagian harta, sehingga pasangan yang berencana bercerai harus memahami seluruh prosedur dan akibat hukumnya dengan baik.
Konsultasi Hukum dengan BNA Law Firm
Jika Anda membutuhkan bantuan hukum terkait perceraian di Yogyakarta dan sekitarnya, BNA Law Firm siap memberikan layanan konsultasi, pendampingan hukum, serta bantuan dalam pengajuan gugatan perceraian di pengadilan.
Hubungi kami:
📞 Telepon: 085664214015
📧 Email: bnalawfirm@gmail.com
🌐 Website: bnalawfirm.com
Kami akan membantu Anda menyelesaikan proses perceraian dengan profesional, cepat, dan sesuai hukum yang berlaku.